Home » » Kesehatan Nutrisi Enternal Nutrition

Kesehatan Nutrisi Enternal Nutrition

gambar anak-anak Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Jurusan Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Unversitas Jenderal Soedirman
Aliyah G1F013016

Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Nutrisi merupakan kebutuhan utama pasien kritis dan nutrisi enteral lebih baik dari parenteral karena lebih mudah, murah, aman, fisiologis dan penggunaan nutrien oleh tubuh lebih efisien.
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin. Menurut Wiryana (2007), cara pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi.
Malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2001). Malnutrisi sering terjadi pada bayi sakit kritis yang dirawat di Neonatus Intensif Care Unit, dan dapat memperburuk keadaan. Tunjangan nutrisi sangat penting pada pengelolaan anak sakit kritis dan dapat diberikan secara enteral, parenteral atau bersama-sama enteral dan parenteral. Apabila usus berfungsi baik, gunakanlah untuk nutrisi enteral dengan memakai konsep nutrisi enteral dini. Pada keadaan dimana usus tidak berfungsi, segera diberikan nutrisi parenteral atau nutrisi enteral dan parenteral bersama-sama sehingga kebutuhan akan kalori, cairan, mineral, trase elemen dapat dipenuhi (Setiati, 2000).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan kegagalan usus / intestinal failure (IF) adalah penyakit tertentu yang dihasilkan dari reseksi usus atau penyakit terkait malabsorpsi dan ditandai oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan protein-energi, cairan, elektrolit atau keseimbangan gizi mikro. Gangguan usus terjadi ketika ada penurunan fungsional dari usus yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan untuk nutrisi, sehingga dibutuhkan dukungan nutrisi yang intensif.

1. Pengertian Nutrisi Enteral
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.
Nutrisi enteral yaitu nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin (At Tock, 2007). Menurut Wiryana (2007), Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoni nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi (Wiryana, 2007).

2.  Klasifikasi Nutrisi Enteral Berdasarkan Akses dan Teknik Pemberian
Teknik pemberian pada nutrisi enteral dibedakan menjadi 3 yaitu,
·         Bolus : pemberian sebanyak 200-250 ml diberikan beberapa kali sehari. Syrige digunakan untuk menginjeksikan formula.
·         Intermiten : pemberian dilakukan secara berkala setiap 20-30 menit. Untuk menginjeksikan formula digunakan pompa atau container.
·         Kontinyu : pemberian dilakukan secara berkesinambungan setiap 10-24 jam. Untuk mengnjeksikan formula digunakan pompa.

Rute Enteral

Indikasi

Keuntungan

Kerugian

Nasogastrik

Fungsi GI normal

stimulasi fungsi pencernaan normal; mudah dipakai; bisa untuk memberikan obat; memasangnya di bedside

Aspirasi, tidak nyaman, iritasi nasal, tube displacement

Nasoduodenal & jejunal

Fungsi usus halus normal, harus bypass lambung

Memasukkan tube di bedside

Tidak nyaman, tube displacement

Gastrostomy

Fungsi GI normal, harus bypass GI atas; untuk jangka lama

Bisa digunakan untuk jangka waktu lama, menurunkan resiko tube displacement, makanan bisa diberikan secara bolus.
Pemasangan lewat operasi, resiko iritasi dan infeksi di tempat pemasangan

PEG (Percutan-eous endoscopic gastrostomy)

Fungsi GI normal, harus bypass GI atas; untuk jangka lama

Pasien rajal, jangka lama, lebih murah pemasangannya , menurunkan resiko tube displacement, makanan bisa diberikan secara bolus.

resiko iritasi dan infeksi di tempat pemasangan

Jejunostomy

Fungsi GI normal, harus bypass GI lainnya, untuk jangka lama

Meningkatkan toleransi untuk inisiasi awal enteral feeding

Operasi, resiko iritasi dan infeksi tempat pemasangan, resiko tersumbat karena tube kecil

Tabel 1. Akses nutrisi enteral
  
3. Peran Farmasis dalam Pemberian Nutrisi Enteral
Pada pasien stroke akut, timbulnya cacat neurologis seperti kesulitan menelan, penurunan kesadaran, dan respon stres yang timbul dapat menyebabkan asupan gizi yang buruk. Adanya stress dan penurunan gizi tersebut dapat mengurangi sintesis protein dan meningkatkan degradasi protein, sehingga dapat mengurangi tingkat sirkulasi protein seperti albumin dan pre albumin. Penyakit hypoproteinemia dapat mempersulit pengobatan dan mengurangi tingkat penyembuhan luka, pembentukan ulkus dekubitus, mengurangi respon kekebalan tubuh, dan mengurangi penyerapan dan mobilitas usus kecil. Disisi lain, pemberian nutrisi yang cukup pada pasien stroke dapat menurunkan tingkat komplikasi, memperpendek waktu rawat inap di rumah sakit, dan menurunkan angka kematian.
Sedangkan pada kasus Intestinal Failure, gangguan usus  terjadi ketika ada penurunan fungsional dari usus  yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan untuk nutrisi, cairan, dan pertumbuhan, sehingga dibutuhkan dukungan nutrisi yang intensif.  Gangguan usus sebagai hasil dari reseksi usus yang luas disebut SBS, etiologi lain adalah meningkatnya gangguan motilitas dan epitel usus dalam range yang luas. Tujuan dari manajemen IF adalah untuk mendukung status gizi yg optimal, meningkatkan kualitas hidup, dan batas morbiditas dan mortalitas dengan mempromosikan enteral.
Nutrisi parenteral (PN) dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi, termasuk IF terkait penyakit hati, infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateter . Selain itu, PN berkaitan dengan status sosial dan financial pasien yang berkepanjangan , bahkan terutama dengan management rawat jalan. Membatasi penggunaan  PN dengan mempromosikan enteral telah terbukti menurunkan komplikasi dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien anak dengan IF.
2.3.2 Penggunaan Nutrisi Enteral pada Manajemen Penyakit
*Stroke Akut
Serum albumin tidak cukup sensitif terhadap perubahan status protein jangka pendek. Albumin memiliki waktu paruh yang panjang (20 hari), dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebagian besar albumin berada dalam kompartemen ekstravaskular, dan dapat dimobilisasi selama periode penurunan protein. Tingkat Albumin juga sensitif terhadap berbagai jenis dehidrasi dan disfungsi hati. Di sisi lain, prealbumin memiliki waktu paruh pendek (2 hari), yang membuatnya sensitif terhadap perubahan yang cukup pesat dalam status energi protein dan merespon lebih cepat terhadap adanya diet. Tingkat prealbumin tidak dipengaruhi oleh status hidrasi, dan juga tidak dipengarui oleh disfungsi hati bila dibandingkan dengan protein serum lain.
Pada kasus penyakit stroke akut, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Wuryanti (2005), yang melakukan pengamatan terhadap 36 pasien stroke akut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dikatan bahwa terdapat pengaruh pemberian nutrisi enteral tinggi protein (HPEN) terhadap status protein pada pasien stroke akut.
Tujuh hari setelah pemberian nutrisi terdapat penurunan kadar albumin serum dalam dua kelompok, terutama pada kelompok kontrol (Gambar 1). Selain itu, tingkat prealbumin serum sedikit meningkat pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol itu nyata menurun (Gambar tersebut) . Fakta ini menunjukkan bahwa diet tinggi protein dapat mempertahankan tingkat albumin, dan meningkatkan tingkat prealbumin.
Terkait  keadaan respon neuroendokrin katabolik yang cenderung mengikuti stroke akut dapat menyebabkan perubahan konsentrasi serum albumin sesaat setelah serangan stroke. Dalam penelitian ini, albumin serum digunakan untuk menunjukkan tingkat stres, sementara pre albumin serum digunakan untuk mengamati respon selama kondisi diet tinggi protein. Pasien stroke dengan hipoalbuminemia memiliki risiko yang lebih besar terkena komplikasi infeksi dibandingkan dengan mereka yang memiliki konsentrasi serum albumin normal atau tinggi.
Gambar Tingkat albumin.

Gambar 1. Tingkat albumin.
            Kurva pada gambar 1 menunjukkan perubahan kadar albumin pada kedua kelompok saat masuk dan hari ke-7. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat albumin antara kedua kelompok, meskipun dalam kelompok kontrol  terjadi penurunan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok intervensi.
Gambar Tingkat pre albumin.



            Gambar 2. Tingkat pre albumin.
            Kurva pada gambar 2 menunjukkan bahwa Ada perbedaan yang signifikan dalam perubahan tingkat prealbumin (antara 1 dan hari ke-7) antara kedua kelompok. Pada kelompok intervensi, ada sedikit peningkatan dalam tingkat prealbumin, sedangkan pada kelompok kontrol, ada penurunan tingkat prealbumin.
*. Intestinal Failure pada anak
Kegagalan usus / intestinal failure (IF) adalah penyakit tertentu yang dihasilkan dari reseksi usus atau penyakit terkait malabsorpsi dan ditandai oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan protein-energi, cairan, elektrolit atau keseimbangan gizi mikro. Gangguan usus terjadi ketika ada penurunan fungsional dari usus yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan untuk nutrisi, sehingga dibutuhkan dukungan nutrisi yang intensif.  Gangguan usus sebagai hasil dari reseksi usus yang luas disebut SBS, etiologi lain adalah meningkatnya gangguan motilitas, cacat dinding perut, volvulus,  dan epitel usus. Short Bowel Syndrome (SBS) atau sindrom usus pendek merupakan gangguan malabsorpsi yang diakibatkan oleh tindakan pembedahan atau reseksi pada usus halus sehingga usus tersebut kehilangan fungsi absorpsinya.
            Tujuan dari manajemen IF adalah untuk mendukung status gizi yang optimal, meningkatkan kualitas hidup. Pada penyakit IF butuh proses adaptasi usus untuk mendukung transisi dari parenteral nutrition (PN) ke enteral nutrition (EN), epitel usus harus beradaptasi untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi. Tergantung dari beratnya IF, otonomi enteral penuh mungkin tidak selalu memungkinkan, namun hasil bagi pasien anak dengan IF telah terus membaik, dan biomarker prognostik ada untuk membantu dalam memprediksi hasil klinis seperti pencapaian penuh EN. Selain itu, pengenalan terapi baru menawarkan harapan untuk meningkatkan mekanisme adaptif dari usus kecil dan mengoptimalkan fungsi usus. Penggunaan PN bersamaan mikronutrien pada pasien gangguan usus memungkinkan terjadinya defisiensi baik mikronutrien maupun vitamin, tetapi setelah transisi penuh ke EN defisiensi tetap terjadi pada prevalensi kekurangan vitaminD dari 20% menjadi 68% (Yang et al, 2011).
            Citrulline plasma adalah asam amino nonesensial yang dihasilkan oleh enterosit usus kecil, dan konsentrasi plasma citrulline telah ditunjukkan untuk mencerminkan massa usus dalam berbagai penyakit pencernaan termasuk enteropathies seperti penyakit celiac, HIV-enteropati, dan IF. Dalam sebuah studi dari 24 anak-anak dengan SBS, konsentrasi citrulline dari ≥19 mikromol / L memiliki sensitivitas 94% dan 64% spesifisitas untuk prediksi otonomi enteral. Terapi untuk pengobatan IF baru-baru ini muncul, yaitu GLP-2 dan somatropin (hormon pertumbuhan manusia). Peptida endogen GLP-2 disekresikan oleh sel L usus dan meningkatkan penyerapan gizi dan meningkatkan luas permukaan mukosa, namun memiliki paruh pendek karena degradasi oleh enzim peptidase IV dipeptidyl. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dengan terapi teduglutide pada orang dewasa dengan SBS. Tidak seperti GLP-2, somatropin tidak spesifik, dan kemungkinan diberikannya efek tropik usus nya melalui faktor pertumbuhan seperti insulin. Dalam sebuah penelitian terhadap 8 pasien anak dengan SBS, terapi somatropin harian subkutan menyebabkan peningkatan asupan enteral, dan 2 pasien mencapai otonomi enteral selama masa tindak lanjut dari 12 bulan. Pada pasien anak dengan penyakit usus SBS telah terbukti bahwa pemberian EN akan meningkatkan penyerapan nutrisi usus dan berat badan pasien, dan lebih baik daripada makan bolus.
     Prospek untuk anak-anak dengan IF telah meningkat secara dramatis, dengan kelangsungan hidup meningkat dari 54% menjadi 73%-100%. Managemen terapi sekarang pada pasien ini meliputi promosi adaptasi usus, optimalisasi kualitas hidup, membatasi morbiditas PN terkait, dan akhirnya transisi ke EN. Selama dan setelah transisi ke EN, pemantauan pertumbuhan dan pengobatan dengan beberapa mikronutrien sangat penting. Meskipun perawatan medis dan bedah neonatal terus untuk meningkatkan, terapi muncul, berdasarkan wawasan dari bekerja di models organoid dan / atau sel induk usus baris, memiliki potensi untuk lebih mempromosikan adaptasi usus dan meningkatkan toleransi enteral di pediatrik refraktori pasien dengan IF.
*Peran Farmasis
   Farmasis dalam rumah sakit berperan dalam formulasi dan pemberian nutrisi kepada pasien. Seorang farmasis harus mengetahui status gizi dari pasien agar dalam pemberian obat yang dapat mempengaruhi nutrisi ataupun sebaliknya dapat dihindari.

(Simpulan)
         Enteral nutrition dapat digunakan pada beberapa penyakit tergantung pada keadaan patologi dari pasien. Penggunaan nutrisi enteral pada stroke dan gangguan usus merupakan pilihan yang tepat. Farmasis berperan dalam managemen terapi pasien baik terkait obat maupun nutrisi karena mungkin terjadinya interaksi nutrisi dengan obat.
Sekian dan terima kasih atas kunjungannya salam hormat admin....

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung di blog ini silahkan berkomentar..!!!